Senin, 11 Februari 2013

Sepenggal Bias-25

Hampir lima tahun pertemuan itu. Menyisir seluruh angkuh yang linglung. Gugup. Ingin mencium wangimu yang samar kala aku baru bangun dari mimpi penuh gigil. Di sampingmu mengeja hari.

Barangkali lelahmu berujung menyapih rindu. Mengungkap pilu di Sabtu biru. Akui saja kita sempat menjadi pecundang waktu. Untuk kesekian kalinya aku harus memburu. Enggan seberangi samudera.

Bagaimana jika kelak kita bertemu lagi di saat banyak hal mengumpat pedih, lelakiku? Apakah giliran kita mempecundangi masa dengan bercinta tanpa harus merasa kalah sambil liar melempar baju ke lantai?

Ingin bercinta denganmu lagi dan tidur lelap setelahnya. Menyiasati malam yang jalang. Mendengar hela nafas yang lembut. Melatih diri menjadi dewasa dengan santun puisi-puisi pagimu. Tak perlu usai.

Bahkan tidak untuk kali ini. Mencaci rindu. Menguburnya dalam-dalam. Mengikuti langkahnya. Merindu itu seperti kamu. Datang dan pergi. Membawa kejutan. Menyumpahi kesendirian yang khidmat.


Bandung, 8 Februari 2013

Perjamuan-1

Ingin duduk berdua denganmu. Bicara tentang malam dan mengusik bintang. Jangan terdiam terlalu lama. Kopimu segera dingin. Ada tatapan lelah dan marah di matamu. Jangan menyerah. Kau belum kalah.
 
Aku tahu rasa pahit tersiram pekat dan menenggelamkan dia yang harus aku panggil ibu. Jauh sebelum kau tahu, aku merasakannya lebih dulu. Di perayaan agung cintamu, bisakah kau simpan pedih sebentar saja?

 
Bandung, 10 Januari 2013