Rabu, 15 Agustus 2012

Pelangi

Mungkin ini yang aku sebut dengan kepekaan jeda. Bisa saja kehadiran mengagumkan ini hanya bagian kecil yang terpahami lewat lirik-lirik senandung malam. Aku bisa saja bicara pada buih. Aku bisa pula menarik hati yang terhenti di barat daya kala itu. Namun, ini barangkali yang dimaksud dengan rupa. Paras ini begitu agung memecah pernik yang kian pekat. Aku hanya menggantung selembar puisi di atas ranting. Mencoba menerka tiupan angin yang sedari tadi bermain-main dengan rambutku. Aku melenguh sekejap.

Lantas, percakapan pun dimulai. Bagiku, ini hanya perkara kesedian mengoceh hiruk pikuk semesta dengan Tuhan sebagai dalangnya. Namun, baginya ini bagian dari kesetiaan menghamba. Aku terdiam. Dia menggenggam tanganku dan menatapku dalam. Aku mulai gusar. “Sejauh sepi yang biru di telaga, aku seberangi tertatih dengan sampan. Kau di sana. Bagaimana jika kita berkirim peluk dan berpuisi bersama?” katamu kala itu. Aku menjawab, “aku enggan melakukannya. Berkirim seolah jauh. Kita akan lakukan itu suatu saat nanti. Pasti!”

Kemudian waktu berselang. Kita berpuisi di sebuah kedai kecil milik kawanku. Di tengah merdu adzan maghrib dan hujan deras. Aku melihat akhir larik; ya, ini cinta.


*terinspirasi oleh Bruce Springsteen – Secret Garden yang ikut menemani kami berpuisi petang itu.


Bandung, 11 Juni 2012

Tidak ada komentar: