Bagimu, seruan menuju tempat sunyi itu butuh perjuangan berat. Bagiku, menuju senyap yang gagap untuk kita berikan nama di baliknya mengalahkan seluruh keringat yang sempat membuat kita lupa bahwa ada kesementaraan.
Kita pernah bersama dalam gelegak detak menuju sebuah kata lulus, bukan? Iya, aku dan kamu dalam ruangan yang katanya mengantarkan kita pada titik paripurna. Januari lalu kita tidur di kamar sempit dan kasur yang tak nyaman. Dengan bau lembab kamar. Dengan makanan seadanya. Dengan lelah yang bahkan kita tak tahu harus mengaduh pada siapa.
Saat itu kau banyak bergurau dengan logat khasmu. Kita saling mengejek. Bahkan kau sempat menangis dan kita lalu menjadi gagu.
Beberapa waktu lalu, kau seringkali mengabari keadaan sulit yang dialamatkan pada pahlawan yang kau beri nama ayah. Kini, penuh perih aku pun berpuisi dari kejauhan. Selamat tinggal untuk ayahmu dan katakan padanya, kelak kita bertemu di sana.
Bandung, 15 Agustus 2013
*untuk Merry Chornelia. Semoga pelukan dari jauh bisa menemani dengan secangkir teh hangat. Turut berduka cita. Semoga bumi menimang sang ayahanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar