Papua punya cerita. Di dalamnya ada kita. Menghisap pelan perdu dan menyulapnya menjadi rindu. Tepat saat kita sama-sama memangku peluh yang mengeluh jauh. Aku ingin kau sekejap saja tahu bahwa rasa menggumpal menjadi senyawa dan menisbahkan cinta pada luka yang sempat terbiarkan.
Aku ingin menjilid asa dan mengumpulkannya di kertas-kertas malam, lalu menyodorkannya kepadamu. Suatu saat kau tersenyum sembari menahan sesak dan membuat ringkasan cerita yang sempat kita lagukan.
Aku tak henti menulis bait demi bait yang masih untukmu dan berontak pada hasrat untuk selalu ingin memiliki. Kau barangkali juga tak pernah tahu persembahan agung yang dulu aku harap ada perjamuan kudus setelahnya, memahat selaksa patung puisi yang tak terhenti.
Aku tahu kau terjatuh kini, lelakiku. Aku terlebih dahulu dan menghirup pedihnya hingga hilang kendali. Kita sama-sama paham makna mengelabui perih, bukan? Namun, kita lupa dusta diri tak terperi.
Jangan terburu untuk tidur, lelakiku. Saat kau terbangun, aku ingatkan ada dia yang tertatih berjalan dengan tawa riang walaupun popoknya basah. Aku kehabisan kata. Aku terlampau menohok. Aku lebih dari sekedar menunggu. Semoga tak bertemu windu.
Bandung, 10 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar