Baru saja tersiram kesegaran malam hari. Aroma hutan tropis tercium dari balik pintu. Teringat janji dengan seorang kawan saat menyiapkan makan malam. Entah apa yang disisipkannya dalam sebuah pesan singkat. Namun, itu justru mengantarkanku pada tarian kecil dan lagu-lagu manis.
Sekedar ingin menghibur jarak yang memang tak kenal kompromi. Aku dengan eksotisme khatulistiwa dan dia yang ada di pekarangan empat musim. Nun jauh disana. Biru matanya mengingatkanku pada luasnya hamparan samudera. Putih badannya membuatku begitu tertarik bermain bola salju. Tegap tubuhnya memaksaku memutar rasa untuk ingin berada dalam dekapnya, kala gigilan realitas membentur tiap sudut hati.
Masih tentangnya. Dia yang merelakan waktu tidur malamnya tersita hingga pagi untuk menjemput salam pada bidadari yang katanya rupawan. Aku barangkali tak semewah putri yang ada di surga sana. Aku yang hanya menggenggam rasa dan mengantarkannya pada gerbang pagimu. Aku yang selalu sibuk untuk menafsirkan tiap ucap dan sentuhan. Aku yang bahkan masih harus meminjam pena pada semesta untuk sekedar menuliskanmu. Aku yang berharap bahwa jarak kita bisa lebih sederhana dari jentikan jari. Aku yang menginginkan kemegahan rasa dari tiap ketulusan senyumnya. Aku yang duduk di balik waktu dan mencoba mengartikan makna sabar.
Kau tak mengenalnya, kawan. Namun, aku ingat sebuah catatan rapi yang dialamatkan padaku oleh seorang kawan beberapa waktu yang lalu. Dalam pikirannya, manusia hidup sendiri. Tak ada yang mengenali hingga ke dasar hati. Tak ada yang sedekat ilusi yang dibuatnya sendiri. Bukankah kita datang dan pergi menuju Keabadian pun sendiri? Sang Ketegaran Abadilah yang pada akhirnya menjadi bahu untuk bersandar.
Aku ingat dia pernah berkata, "suatu saat jiwa lelah dan meninggalkan raga. Namun, aku akan memastikan bahwa kau baik-baik saja. Keindahan gemerlap pesona semesta bersamamu. Apa yang harus ditakutkan ketika bahkan hidup pun hanya permainan menghitung mundur menuju keniscayaan?" Kala itu aku terdiam. Kau benar. Aku hanya enggan memasukan itu ke dalam ingatan. Ada kesementaraan yang berilusi. Jarak ini lebih dari memabukan, bintang barat dayaku. Aku lebih dari terhuyung ketika ada pekat yang membiaskan arah. Aku tahu bahwa langkah tak mungkin berhenti. Namun, kadang aku butuh terduduk sejenak untuk menarik nafas, bukan? Ada sepenggal kata yang aku bawa ketika aku berpuisi. Adakah kau tahu bahwa kau adalah bagian dari bait suci dalam sunyi ketika aku mengadu pada langit?
Bahasa ibuku rumit, bintang barat dayaku. Namun, tak serumit mengartikanku. Suatu hari ketika kau berkata, selamat malam, cinta, aku pun bertepuk tangan. Barangkali nenek moyang kita sempat bertemu sekejap. Aku lebih banyak bicara dengan bahasamu. Kau berkata, ajari aku lima kata tiap hari agar aku bisa menyapamu dengan sentuhan ibu pertiwi. Aku pun tersenyum. Bagaimana jika kita saling menukar? Aku mengajarimu lima kata itu dan kau ajari aku cara untuk membacamu. Itu saja
Masih sore disana. Siapkan makan malammu. Aku sudah menghabiskannya beberapa jam lalu. Suatu saat kita akan menikmati makan malam bersama. Entah di cinta khatulistiwa atau di kasih empat musim. Barangkali setelah itu, kita akan berbincang menantang malam ditemani pisang goreng dan secangkir teh hangat. Di depan tungku. Duduk di sampingmu dan kita berbagi selimut. Bahkan mungkin hingga aku tertidur di pelukmu. Jangan bangunkan aku. Kursi itu akan bersumpah demi malam agung.
Bagaimana dengan kini? Ini aku yang mengantar pesan dan melayangkan rindu. Aku yang mencinta bau tanah sehabis hujan dengan senyum manis dan senandungmu. Aku yang membuka lagi helai demi helai puisi darimu. Suatu saat kita akan bersyair bersama dengan keintiman tertinggi menuju dini hari.
*terinspirasi dari puisi pagi.
Maybe you can handle all my selfish ways
Maybe I will be a better man someday
Only time will tell where life will take me
In this life what it will make me
Someday I hope to get my rhythm right
To life I hope to improve my sight
So I don't sink further and further down
But win without even a fight
If you're there to guide me
Or just always beside me
I think I can battle on for now
I think I can win somehow
There will be no struggle without you
I can do the things I want to
Life will have a better view
With you with you with you
By Luke Perry
Sixpence None The Richer menggoda dengan tembang Kiss Me dan membantu berimaji. Ada yang mengetuk pintu, memainkan gitar, dan menyanyikannya. Kiss me beneath the milky twilight. Lead me out on the moonlit floor. Lift your open hand. Strike up the band and make the fireflies dance. Silver moon's sparkling. So kiss me.. ;p
Bandung, 29 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar