Perlahan asap mengepul. Dingin di luar. Berbatang-batang sudah rokok itu terbuang. Asbak mulai penuh. Ada yang lebih dari membuatku marah. Barangkali jika ada yang lebih buruk dari kata kecewa, itulah yang aku genggam kini. Ah, secangkir teh hangat ini akan sedikit menghibur jika kau ikut serta, bintang barat dayaku. Bisa jadi aku tertidur lelap barang sejenak.
Ini aku yang dengan gagap membawa luka atas ucap seorang kawan malam tadi. Ini aku yang dengan segala kebisuan merangkum seluruh pedih dalam masa kebersamaan kami. Ini aku yang bahkan masih sanggup menyampingkan lelah saat dia bertutur. Ini aku yang hanya mampu melihatnya datang ke kotaku, menyimpan tawa, lalu pergi lagi. Ini aku yang tak tahu alasan mengapa surga kecilnya harus disembunyikan dariku. Ini aku yang ada saat dua sayapnya patah dan tak bisa menyatu kembali. Ini aku yang ucapkan selamat tinggal sebelum dia melangkah melanjutkan hidup. Ini aku yang bukan untuk berbagi tawa. Ini aku yang dengan terburu menuju upacara jubah suci tanpa dia undang, lalu dia pergi begitu saja.
Ajari aku kesantunanmu, bintang barat dayaku. Aku yang sedang berhadapan dengan pekat atas ucap. Aku yang ingin mengadu padamu. Meminjam bahumu dan menitipkan tangis. Lalu tertidur dalam usapan tanganmu yang lembut. Jangan bangunkan aku. Secangkir teh hangat itu aku siapkan esok pagi.
*terinspirasi dari perbincangan yang menyakitkan malam tadi dan sebuah pesan singkat yang menghibur pagi ini
People can be mean sometimes without meaning it - Luke Perry
Bandung, 29 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar