Kamis, 16 Agustus 2012

Bintang Barat Daya-7

Dia menghampiri beberapa malam lalu, bintang barat dayaku. Aku belum sampaikan padamu. Kau masih nikmati liburan di Prancis sana dan aku tak mau mengusiknya. Buatkan aku puisi saat kau temui menara Eiffel. Titip senandungku untuknya. Kau pasti tahu bahwa aku luruh menjawab syairmu. Aku biarkan laut menjamah tiap larik yang kita buat bersama. Menghembuskannya ke samudera dan mempertemukannya di biru paling gelap.

Dulu kau sempat berucap, ada sentuhan naif kala aku masih juga bicara tentangnya. Kau enggan mensejajarkan dirimu. Kau tuliskan masa lalumu tentang berbagi permen-permen, perpisahan, dan hal lain yang membuatmu bermimpi. Aku ingat kau ingin terlahir kembali dan melebihi orang yang menemukan mesin pencari maya, kemudian kaya raya, lalu membantu orang-orang miskin. Aku tertawa saat itu. Kau pun berkata seharusnya tak ada kelaparan lagi di dunia, jika orang senantiasa berbagi.

Kau lanjutkan lagi. Kita bukan kakek dan nenek yang biasa bertukar cerita, lalu tertidur. Namun, kita adalah sepasang manusia muda yang senang merangkai bunga sebelum tidur. Kemudian bangun, meminum secangkir teh hangat, dan merayakan tiap detik keajaiban semesta atas pertemuan bahagia dengan apa pun itu.

Aku larut pada masa itu untuk kesekian kali, bintang barat dayaku. Jika pun ada pengakuan, haruskah aku gamblang berkata padamu? Aku masuk lagi ke masa dimana kita baru pertama kali bertemu. Aku yang berkisah tentang ledakan rasa yang membuatku sulit terpejam. Aku yang hebat dan pecandu malam. Aku dengan ribuan karya dan menerbitkannya dari dasar hati. Gemulai tanganku mencipta puisi. Merekam tiap getar dan getir semesta. Menyusun balok-balok canda dan membangun istana kehidupan.

Aku senang menghisap sumsum dunia. Aku hidup dalam imaji yang tertuang dalam kertas-kertas waktu. Aku yang mencinta dengan sangat seorang pria. Pria yang mengajarkanku mendikte hati. Namun, hati tetaplah hati. Tetap suci dan paham makna dusta. Pria itu bertubuh sedang. Menghampiriku tiga tahun lalu. Tengah malam dan penuhi janji. Parasnya tampan dan tingkahnya rupawan. Hingga pada akhirnya semua lebur.

Kau mendengarkanku dengan seksama. Kau bercanda dan berkata, bagaimana jika aku yang akan menjadikanmu putri duniaku? Kala itu aku bahkan enggan menanggapimu, bintang barat dayaku. Tiap kali kau mencoba masuk dan mengetuk pintu, aku pun memalingkan wajah. Masih dia. Ya, dia yang aku gambarkan pada langit-langit hati. Jangan coba-coba masuk! Namun, kau tak berhenti. Pesan-pesan singkatmu yang tak pernah aku balas itu tak juga menggoyahkanmu.

Aku ulangi lagi. Aku masuk ke masa itu, bintang barat dayaku. Aku yang masih juga bicara tentangnya. Aku yang sedemikian hayati tiap tetes perih saat namanya terhenti di ubun-ubun. "Ah, tiap orang memiliki masa lalunya sendiri," itu katamu selalu, "tidakkah kau tahu bahwa kau begitu mempesona?" godamu. Barangkali ada masa dimana kau lelah, namun kau tak pernah beri tahu aku. Andai jarak ini mengenal kompromi, bintang barat dayaku. Mungkin tiap akhir pekan, aku bisa menunggumu di rumah dan tak perlu cemas saat kau belum pulang.

Irlandia. Kau sebut tempat itu. Kau sebutkan keindahannya. Tahukah kau bahwa aku dengan luar biasa enggan pergi ke pantai lagi karena dulu aku sempat menghabiskan waktu bersamanya di tempat itu? "Jika kita bisa mengunjunginya, mengapa tidak?" katamu menggoda lagi, "namun, jangan salahkan aku, jika kau tak boleh pulang karena aku tak mau jauh darimu lagi". Kau tak henti menggoda. Tahukah kau bahwa ini terasa lebih menyakitkan, kala aku berusaha tersenyum sambil menahan pedih di hati?

Tuhan kita sama. Itu yang selalu aku bisikan padamu. Tujuh. Sampailah coretanku pada angka ini juga. Angkaku. Untukmu di barat daya Inggris, ajari aku kesantunanmu. Untukmu, Luke Dominic Perry, kali ini aku sebut utuh. Untukmu, kelegaan ini tercipta.


*terinspirasi Leann Rimes-The Safest Place, it feels so real. You showed me. I can trust you with emotions I had locked away. It was your touch, your words. They heal the deepest part of me that only you can see.


Bandung, 1 Juli 2011

Tidak ada komentar: