Kamis, 16 Agustus 2012

Demi Langit-2

Berawal dari cerita bodoh beberapa teman saya yang terjebak dalam sebuah arena taman bermain. Sebelum menulis, bahkan saya tersenyum sendiri. Sekonyol itukah perilaku manusia ketika ditegur sedikit saja oleh sesuatu yang kita sebut dengan cinta? Saya senang menghabiskan waktu dengan diskusi dan berbincang tentang apa pun, termasuk seni berhubungan antara kaum Adam dan Hawa.

Sebut saja pria ini Badut demi privasi sang tokoh yang tentunya akan masuk ke private message saya dan mengaduh setelah dia membaca tulisan ini. Dulu, kami sempat mengalami masa jatuh cinta yang sama. Dia dengan seorang wanita satu kampus yang tentunya senior saya, sedangkan saya dengan seorang anak rohis kampus—yang saya anggap tantangan mengingat mereka enggan dijamah, tapi bukan Hawa namanya kalau tidak bisa membuat Adam turun ke bumi. ;p

Tiap hari, kami selalu melaporkan perkembangan hubungan masing-masing. Saling mengkritik dan memberi masukan. Saya adalah orang yang senang memanggil orang lain dengan julukan apa pun, termasuk ke senior yang Badut kejar. Kami selalu menjaga obrolan pribadi ini dengan menggunakan simbol-simbol agar orang lain tidak mengerti, bahkan jika subjeknya ada di samping. Dulu perempuan ini adalah salah satu pejabat lembaga formal kampus yang tentunya sering berada di sekretariatnya. Kebodohan yang sering dilakukan Badut adalah selalu memeriksa tiap pagi dan iseng mondar mandir di depan sekretariat sekedar melihat sandal gadis itu! Jika sandalnya ada, tentu orangnya ada, bukan? Can you imagine that?? Maka sebagai kode dalam curhat pribadi di tempat umum, saya juluki perempuan itu “Sandal Jepit”. Badut bahkan tahu persis kapan perempuan itu sampai di tempat, waktu pulang, hari ulang tahun, alamat rumah, kebiasaan, hobi, makanan favorit, bahkan jadwal kuliahnya!

Lesson number one, laki-laki selalu lihai untuk mencari informasi pribadi tentang perempuan yang dikejarnya tanpa diketahui! Badut dan perempuan itu jarang bicara panjang lebar. Mereka terlalu gagap untuk itu. Such a damn silly!

Kebodohan selanjutnya adalah saat acara hiburan di kampus. Bukan hanya hingar bingar musik yang menghentak, tapi juga gemerlap lampu membuat suasana menjadi cukup panas. Hal yang sama dirasakan pula oleh Badut dan Sandal Jepit. Sebelumnya saya takjub akan seni Tuhan yang tertuang dalam cinta. Mekanisme macam apa yang terjadi, sehingga kita bisa merasakan ketika ada orang yang sedang memperhatikan dengan tatapan mata? Penjelasan seperti apa yang membuat kita bisa membaca sesuatu, saat ada orang yang tertarik pada kita—yang tentu lebih dari sekedar pembacaan sikap? Ada yang lebih agung dari itu. Ada sesuatu yang lebih tinggi dari sekedar membaca bahasa tubuh. Itu yang kaum sufi sebut dengan dialektika jiwa. Ada gesekan atas pertemuan jiwa karena sesungguhnya jiwa itu tunggal. Dia menyatu. Konsekuensi kemenyatuan itulah yang membuat kita merasakan percik cinta-Nya yang ikut hadir saat kita merasakan sesuatu. Lebih dari pembacaan tingkah laku yang—menurut saya—terlalu  rendah untuk ditafsirkan pada akhirnya. Walaupun tidak menegasikan hal tersebut karena jiwa dan raga, materi dan inmateri adalah komposit dari seni-Nya yang hidup dalam diri kita. Dalam konsepsi sufistik, jiwa bertemu dengan jiwa sebelum raga bertemu raga. Jiwa itulah yang mendorong raga untuk bergerak menuju satu sama lain, sehingga pertemuan fisik terjadi. Dahsyat, bukan? Penjelasan filosofisnya, sesuatu yang sejenis pasti bertemu. Rasional, tentu. Pembuktian rasional tidak serta merta dengan pembuktian empiris, kawan. Rasional berbeda dengan ranah empiris yang positivistik membutuhkan data. Tidak sedangkal dan senaif itu.

Kembali kepada Badut dan Sandal Jepit. Badut memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Tentu, dari penjelasan panjang tadi, Sandal Jepit menyadari ada orang yang mengamati dirinya. Setelah mata beradu mata, keduanya gugup. Badut pura-pura serius dengan mengalihkan pandangan, Sandal Jepit pun melakukan hal yang sama. Untuk memastikan bahwa usahanya berhasil, Badut bergeser ke tempat lain. Apa yang terjadi? Gadis itu sibuk mencari Badut di tempat semula dengan menyapu pandangan, sedangkan Badut tertawa puas. 

 Lesson number two, laki-laki senang mengecek usahanya tepat atau tidak dengan bertingkah misterius tiba-tiba menghilang agar kita mencarinya! Sama halnya ketika kaum Adam itu rajin menghubungi kita via pesan singkat atau telepon, lantas tiba-tiba menghilang atau lambat membalas sms kita. Sandal Jepit mulai kesal dengan permainan bodoh yang berulang-ulang itu. Lalu apa yang dilakukannya? Dia pun berpindah tempat! What’s next? Giliran Badut yang sibuk mencarinya. 

Lesson number three, lakukan apa yang dilakukan kaum Adam kepada kita. Buat mereka juga jengah dengan permainannya, ladies! Mereka terbiasa dengan konstruksi patriarkis yang membuatnya selalu di atas angin dan Hawa mengikuti. Mereka memiliki naluri kompetitif yang tinggi. Tugas kita untuk memanfaatkan itu. Mereka tidak mau menunggu, sehingga akhirnya menyerahkan dirinya sendiri. 

Lesson number four, buat mereka mengikatkan dirinya pada kita tanpa sadar, efektif dan hemat tenaga, bukan? Beberapa kali pindah tempat, hingga pada akhirnya Badut menghampiri gadis itu dan saling melempar tawa ketika cukup lelah bermain kucing-kucingan. Malam itu diakhiri dengan sebuah tawaran mengantar Sandal Jepit pulang ke rumahnya. Kalau Sandal Jepit tidak melakukan hal yang sama pada Badut, belum tentu Badut akan menghampirinya karena naluri laki-lakinya tersentil yang dipancing dengan sikap tepat Sandal Jepit. Kaum Adam benci kekalahan, daripada bendera diturunkan penjajah, lebih baik menurunkannya sendiri sebelum itu terjadi. Could you see that, ladies? ;p

Masih banyak cerita teman-teman yang diingat, sehingga menjadikan itu referensi menjalin hubungan pribadi saya yang dengan berbaik hati kadang saya bagikan itu juga ke orang lain. Bertingkah konyol bukan wujud kesalahan. Humor dan canda dalam sebuah hubungan justru membuat hubungan menjadi berwarna. Menjadi dewasa tidak lantas serta merta menghilangkan percik sisi kekanak-kanakan kita, bukan? Kita bisa mencontoh anak-anak kecil dengan tingkah lugunya, sehingga mereka lebih santai dalam menjalani hidup. They think life is so much fun, so enjoy it with laugh! Toh, dengan terkadang bersikap konyol dan bodoh tidak mengurangi sisi kemanusiaan diri kita. Hmm, saya teruskan nanti dengan tulisan selanjutnya.

Mengutip istilah Icha Rahmanti di salah satu artikelnya, so, are you ready to face this such of non sense comedy when we're falling in love? Or maybe you’re tired to do it? Keep trying or keeping your last damn broken heart? ;p


Bandung, 10 Juni 2010

Tidak ada komentar: