Rabu, 15 Agustus 2012

Kerikil Hitam-4

Baru saja aku mencium bau amis dosa. Ah, kau mungkin bukan bagian dari mereka. Nyalimu bisa aku makan seperti ayam sayur! Roket atau bangunan tinggimu aku ludahi. Ayo, tunjukan lagi yang kau punya di balik jas itu! Aku datang padamu meminta bahan bakar yang kau simpan di gudang agar aku bisa membakar palung hati yang kau tutup seperti iblis. Ini parade kegilaan semesta! Mari bergabung denganku sebelum aku hancurkan seruanmu tempo hari!

Ini mataku bicara tentang bedebah lagi dan lagi. Tak berani kau tatap, bukan? Oh, ya, aku lupa kau masih pura-pura tengadah. Aku bicara padamu seperti kelabang, kau tahu? Jangan sembunyi, aku tahu kau diam di sana. Lipan-lipan itu titipanku kepada penghuni petir dan dewa langit. Kau lupa aku punya jubah kayangan yang aku dapat dari penjuru dunia. Mari rapikan lintingan baju di tanganmu! Kita menuju ujung jari yang aku tunjukan padamu.

Ini tentang dosa. Dosa yang kita lupa lakukan sebelum kau menahanku menuju puncak-puncak tanduk hitam. Legam. Demi ucapan dan janji yang diam di atas petaka. Demi prahara yang mengurungku di empat musim. Demi lidah jalang yang aku genggam kini. Demi semburan jahanam para bedebah. Demi dosa-dosa semesta. Demi renta usang yang mabuk akan penjara-penjara ilusi. Aku menunggumu di akhir detak!


*terinspirasi dari kabar buruk yang baru sejam lalu saya dapat.

Masih tentang bau amis dosa yang mengucur ikuti peluh para bedebah.


Bandung, 9 Juni 2010

Tidak ada komentar: