Jumat, 17 Agustus 2012

Sepenggal Bias-11

Bangku itu kosong. Hampir berdebu. Dekat tirai sebelah barat. Kadang aku ingin duduk lagi disana. Mencium aroma pagi dan mengutuk anak-anak penduduk sekitar yang gaduh di sore hari atau anak SMA yang sibuk menyalakan motornya.

Selalu tentang waktu. Menyempurna menuju kesunyian paling agung. Dulu kami sama-sama menatap langit. Saling bercumbu dan tak pedulikan kantuk. Remang dalam nuansa getar yang pekat. Suara sungai terdengar merdu sekali. Perlahan hanya nafas yang memburu begitu kencang mengetuk-ngetuk telinga.

Ya, kami hanya menikmati itu. Ketika helai demi helai kain berujung di lantai. Ketika hangat tubuhnya menyepakati keluguan hasrat yang tinggal menunggu angguk. Ketika hari mulai pagi dan selimut menjadi basah dengan peluh.

Kita sejenak menjadi liar. Memangsa tiap perih dan memenjarakannya di tepi hati. Walau hanya hitungan jam mencuri waktu untuk sekedar saling memeluk. Di tempat itu kita rebah. Menghunus luka dan melirik bahagia. Kita bahagia. Sangat bahagia.

Jika ada sebuah kata yang kita sebut dengan sempat, layakkah ciuman itu terulang? Sekedar menggenapkan rasa yang dulu utuh di genggamanmu. Hanya untuk mengulang keindahan yang dulu kita gantungkan di langit-langit jiwa. Untuk menjamu masa lalu yang seringkali biadab memukul ingatan. Bertukar mimpi di tempat tidur.

Aku ingin mendengar lagi suaramu yang parau di dini hari, lelakiku. Nyanyikan lagi lagu-lagu itu. Aku akan membayarnya dengan dongeng. Kau suka dengan kisah Tono dan Wati, bukan? Tentang piala yang seringkali terlupa di lemari. Berdebu dan akhirnya usang. Kau suka aku yang menirukan suara Doraemon mengeluarkan baling-baling bambu. Kita masih juga menonton Sesame Street. Tentang Burt dan Eddie yang konyol. Tentang monster yang rakus. Tentang Elmo yang sibuk mengajari anak-anak berhitung.

Aku merindukan akhir pekan itu, lelakiku. Ketika aku berpuisi pada-Nya agar kau segera pulang dan Dia tak menyahut. Aku pun mulai enggan mengadu lagi untuk memintamu mengganti bingkai lukisan kita yang sebentar lagi memuai entah kemana.


*terinspirasi dari Bryan Adams-Please Forgive Me. Still feels like our best times are together. Feels like the first touch. We're still gettin' closer baby. Can't get close enough. I'm still holdin' on. You're still number one.



Bandung, 1 Februari 2011

Tidak ada komentar: