Rabu, 29 Agustus 2012

Sepenggal Bias-20

Kau sedikit terlambat, sesalku. Aku sangat terlambat. Kita memang terlambat mengumpulkan lagu rindu yang menumpuk di ujung pintu. Mempersembahkan seonggok jerami kering untuk sekadar menambatkan mimpi pada sisa-sisa angin. Kita enggan memalingkan wajah pada neraca gundah yang menyentuh sekujur tubuh.

Kita terlambat menuai janji lalu. Ah, kita sibuk menerka. Mereka-reka. Membaca garis-garis takdir. Seolah dungu menemukan titik akhir, kita hanya bermain dengan hujan. Kita gagap menghitung keniscayaan yang penuh ilusi tanpa kisi-kisi. Kita hanya mampu marah tanpa meledakannya pada sumbu di sudut sana, lelakiku.

Dari kejauhan menggoda-goda, berceloteh manis. Siapakah pemilik senyum itu?


Bandung, 22 Agustus 2012

1 komentar:

Evi Sri Rezeki mengatakan...

Selalu ada warna penyesalan dalam tulisanmu, Tan :(